Pakar Perkotaan, Yayat Supriyatna/Foto: Ardian Fanani |
"Kita lihat tidak saling tumpang-tindih. Saya dengar juga tidak boleh ada mall di dalam kota, itu bagus untuk memecah konsentrasi ruang sekaligus bagian dari pemerataan," ujar Yayat, usai digelarnya kuliah umum kepada SKPD Kabupaten Banyuwangi di Pendopo Saba Swagatha Blambangan, Rabu (19/7/2017).
Secara teroris, kata dia, pemimpin Banyuwangi banyak memahami tentang konsep tata ruang, tapi secara praktik, Yayat mengaku banyak belajar dari Banyuwangi.
"Karena mempraktikkan teori di daerah itu lebih sulit. Dan Banyuwangi relatif berhasil mempraktikkannya, tentu tidak terlepas masih adanya kekurangan-kekurangan," kata Sekjen Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia ini.
Ini terbukti ketika Banyuwangi berhasil meraih juara penataan ruang terbaik se-Indonesia dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2014 lalu, yang saat itu Yayat sebagai salah satu jurinya.
Yayat juga mengapresiasi penataan ruang di kawasan bandara di mana Pemkab Banyuwangi tidak memberikan izin mendirikan banguna di sekitar bandara. Sehingga lansekap persawahan di sekitar bandara tetap terjaga.
"Itu bagian dari positioning. Karena untuk diferensiasi dengan bandara di kota lain, sehingga orang turun dari pesawat sudah langsung terasa keunikan Banyuwangi. Apalagi terminal bandaranya unik," paparnya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengendalian tata ruang. Sejumlah kebijakan pun ditempuh Bupati Anas. Mulai dari membentuk Perda Rencana Detail Tata Ruang kawasan strategis, hingga membentuk peraturan bupati tentang aturan penertiban Ijin Mendirikan Bangunan.
"Dalam perda tersebut diatur antara lain zonasi wilayah dan peruntukannya. Misalnya kawasan perkotaan mana yang untuk kawasan bisnis, dan mana untuk pengembangan wisata. Pembangunan baru yang berada di jalan besar pun kami atur harus mundur lima meter dari badan jalan. Ini semua agar pengembangan kota ini bisa terkendali," jelas Anas.
source: detik.com