Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar Festival Dolanan
Anak Tradisional di Lapangan Blambangan, Senin, 15 Juni 2015. Festival
itu digelar untuk melestarikan permainan anak tradisional yang kini
mulai tergeser permainan modern.
Sekitar 3 ribu siswa sekolah dasar yang berlomba dalam 15 permainan tradisional. Permainan tradisional yang dilombakan adalah dagongan, enggrang, klompen, lari karung, kelereng, entik, layangan, holahop, dakon, engklek, ular tangga, gobak slodor, engrang batok dan lompat tali.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Sulihtiyono, mengatakan peserta lomba adalah para pemenang lomba sejenis di tingkat desa dan kecamatan. “Acara ini baru pertama kami gelar,” kata Sulihtiyono.
Permainan tradisional, kata Sulihtiyono, saat ini jarang dimainkan oleh anak-anak, baik di rumah maupun sekolah. Permainan anak tradisional telah tergeser oleh tayangan televisi dan game modern yang bisa dilihat melalui telepon genggam.
Menurut Sulihtiyono, permainan tradisonal bagi anak-anak perlu dilestarikan, karena mengajarkan banyak hal. Di antaranya menumbuhkan sikap saling bekerja sama, menghormati, dan menanamkan kepekaan sosial pada anak.
Berbeda dengan game modern, yang bisa membuat anak-anak cenderung tumbuh individualistis. “Game online, misalnya, akan mengurung anak di depan layar komputer atau ponsel,” ujar Sulihtiyono.
Salah seorang siswa sekolah dasar yang menjadi peserta lomba, Shiva Ega Amelia, mengatakan dia menjadi juara satu permainan engklek. Dia sudah mahir memainkannya sejak kelas 2 SD. “Dulu diajarin teman-teman di kampung,” ucap bocah kelas empat SD itu.
Shiva menuturkan, dia masih sering bermain engklek di rumahnya, meski dia juga menyukai menonton televisi dan bermain game di ponsel.
Sekitar 3 ribu siswa sekolah dasar yang berlomba dalam 15 permainan tradisional. Permainan tradisional yang dilombakan adalah dagongan, enggrang, klompen, lari karung, kelereng, entik, layangan, holahop, dakon, engklek, ular tangga, gobak slodor, engrang batok dan lompat tali.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Sulihtiyono, mengatakan peserta lomba adalah para pemenang lomba sejenis di tingkat desa dan kecamatan. “Acara ini baru pertama kami gelar,” kata Sulihtiyono.
Permainan tradisional, kata Sulihtiyono, saat ini jarang dimainkan oleh anak-anak, baik di rumah maupun sekolah. Permainan anak tradisional telah tergeser oleh tayangan televisi dan game modern yang bisa dilihat melalui telepon genggam.
Menurut Sulihtiyono, permainan tradisonal bagi anak-anak perlu dilestarikan, karena mengajarkan banyak hal. Di antaranya menumbuhkan sikap saling bekerja sama, menghormati, dan menanamkan kepekaan sosial pada anak.
Berbeda dengan game modern, yang bisa membuat anak-anak cenderung tumbuh individualistis. “Game online, misalnya, akan mengurung anak di depan layar komputer atau ponsel,” ujar Sulihtiyono.
Salah seorang siswa sekolah dasar yang menjadi peserta lomba, Shiva Ega Amelia, mengatakan dia menjadi juara satu permainan engklek. Dia sudah mahir memainkannya sejak kelas 2 SD. “Dulu diajarin teman-teman di kampung,” ucap bocah kelas empat SD itu.
Shiva menuturkan, dia masih sering bermain engklek di rumahnya, meski dia juga menyukai menonton televisi dan bermain game di ponsel.
source: tempo